"Sang" Pemegang Kekuasaan "daerah"

Ketika “sang” pemegang kekuasaan “daerah” masuk kedalam “lingkaran maut Korupsi”, apa kabar Pilkada 2018 nanti  ?
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kurun waktu 2 tahun ini (2017-2018) tengah dihadapkan dengan kenyataan bahwa kinerja mereka dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi patut untuk diapresiasi. Sebagai lembaga antirasuah mereka dengan cepat menindak lanjuti indikasi terjadinya tindak pidana korupsi, tidak memandang dari latar belakang apa dan bagaimana orang yang melakukan tindak pidana korupsi tersebut. Dalam hal ini didasari dengan bunyi pasal 28 D Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi “ Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan pelindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama di hadapan hukum”  serta dalam Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan Undang – undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua dasar yuridis tersebut mengikat dan mempertegas bagi semua masyarakat Indonesia bahwa di Indonesia tidak ada seorang pun yang diperlakukan istimewa dimata hukum dan untuk tindak pidana korupsi pada khususnya.
Kasus korupsi di Indonesia memang tidak ada habisnya jika memang tidak diberantas sampai akar – akarnya. Namun pertanyaanya, dimana saja akar – akar ini merambat ?dan apakah bisa KPK selaku lembaga yang berwenang memberantas tindak pidana korupsi sampai dengan akar – akarnya ? Hal tersebut menjadi pertanyaan mendasar dari diri penulis terkait kondisi realita sekarang yang ada di Indonesia. Hal tersebut tidak semerta – merta menjadi tanggung jawab dari KPK semata, namun dari seluruh intrumen masyarakat untuk ikut turur serta dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi ini.
Pada dewasa ini hal tersebut tidak menjadi kekhawatiran yang berlarut bagi diri penulis maupun komponen masyarakat yang lain, pasalnya orang – orang yang melakukan tindak pidana korupsi telah merasakan bagaimana dinginnya memakai baju tahanan KPK. Masih hangat dalam konsumsi publik bagaimana KPK dengan berani dan gagah menangkap “sang” pemegang kekuasaan “daerah” yang terbukti melakukan tindak pidana Korupsi. Dalam waktu 2 tahun ini saja  (2017-2018) para kepala daerah yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi mengganti pakaian elegan mereka pakaian dinas atau jas dengan dasi menjadi baju tahanan KPK. (Menurut sumber laman web : kompas.com) terdapat 5 kepala daerah yang ada di Indonesia yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan statusnya sudah menjadi tersangka, mulai dari Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti sampai dengan wali kota Batu Edi Rumpoko. Baru baru ini bahkan bupati jambi dan bupati jombang terkena OTT dari KPK. Dan terbukti bahwa kedua “sang” pemegang kekuasaan “daerah ini menerima suap dari orang lain untuk tujuan tertentu. Melihat kondisi tersebut, betapa “ngeri” nya kursi pemegang kekuasaan daerah apa bila tidak memiliki landasan dan prinsip yang realistis namun tetap idealis dan dilandasi dengan niat ikhlas lillahita’ala dalam mengemban amanah, mudah goyah dan mudah untuk menerima pemberian yang akan merugikan orang lain bahkan diri sendiri.
Menarik untuk menjadi perbincangan dan diskusi ketika dalam dekat ini dalam kurun waktu kurang dari 4 bulan  masyarakat indonesia akan memilih para orang kepercayaan mereka di daerah mereka sendiri - sendiri. Dinamika perpolitikan mulai goyah dengan kondisi realita diatas, partai politik dan para calon kepala daerah harus mempersiapkan diri agar tidak akan mengecewakan masyarakat yang akan memilih mereka nantinya. Para calon kepala daerah harus mempersiapkan landasan dan prinsip kuat mereka agar tidak mudah untuk digoyahkan dengan “tumpukan” uang atau hal – hal yang menguntungkan diri mereka sendri atau orang lain. Masyarakat Indonesia harus benar – benar selektif dalam memilih para calon kepala daerah mereka masing – masing dalam Pilkada bulan Juni 2018 nanti. Harus mengetahui, memahami dan mengerti latar belakang dan prinsip mereka melalui visi dan misi mereka ketika berkampanye nanti. Menjadi harapan besar bagi penulis ketika dalam pelaksanaan pilkada 2018 nanti dan hasilnya akan melahirkan pemimpin – pemimpin yang benar dan amanah ketika memegang kekuasaan di daerah. – Wahyu Tri Wicaksono


Comments

Popular posts from this blog

Kemesraan Antara Agama dan Politik

Suara Hati Aktivis Universitas Muhammadiyah Malang