Suara Hati Aktivis Universitas Muhammadiyah Malang

Demokrasi yang dicita-citakan oleh rakyat Indonesia.
Suara Hati aktivis Universitas Muhammadiyah Malang.


Telah kita ketahui bersama, dalam 2 tahun kedepan yaitu tahun 2018 dan 2019 masyarakat indonesia akan mengadakan suatu pesta demokrasi yang akan memunculkan pemimpin-pempimin baru yang siap untuk membangun Negara Indonesia menjadi lebih baik.  Tentu hal tersebut disambut dengan berbagai reaksi dari berbagai elemen yang ada di negara Indonesia. Untuk tahun 2018 ini masyarakat Indoneisa akan memilih para pemimpin daerah nya masing – masing. Partai politik yang “notabene” sebagai wadah mewakili kedaulatan suara dari masyarakat indonesia mulai melakukan manuver politik untuk mencapai dukungan yang sebesar-besarnya dari suara masyarakat Indonesia atau dari sesama Partai Politik. Propaganda mulai bermunculan guna masing – masing mendapatkan suara nantinya dalam pemilihan kepala daerah serentak pada bulan juni tahun 2018. Masyarakat dibuat bingung dengan kondisi tersebut.
Salah satunya, tentu masih hangat dalam “panca indera” kita masyarakat indonesia dibuat “mengambang” dalam menentukan pilihan dengan kondisi adanya suatu isu “mahar politik” dalam proses pencalonan kepala daerah. Tentu hal tersebut mendapat berbagai macam reaksi dari seluruh komponen mulai dari aktivis mahasiswa, para pakar politik, dan lain-lain. Ini adalah salah satu bentuk pesta demokrasi yang terjadi di negara Indonesia, perang urat syaraf tidak hanya terjadi di dalam dunia persepak bolaan semata antar sesama manager atau sesama pemain, namun dalam panggung politik juga terdapat. Yang tentu saja hal tersebut demi mewakili suara-suara masyarakat untuk bisa mendapatkan kesejahteraan dan kemakmurannya.
Isu-isu lain dalam pilkada serentak mulai meraimakan panggung demokrasi yang berjalan di Indonesia, para nama-nama calon kepala daerah yang diusung dari masing-masing partai politik juga sudah mulai mencuat, masyarakat indonesia mulai mencari dan menggali bagaimana latar belakang calon pemimpin daerahnya masing-masing, dan para pelaksana teknis pesta demokrasi di Indonesia Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga sudah menyiapkan kebutuhan yang dibutuhkan untuk proses pemilihan kepala daerah.
Tidak kalah menarik dengan pilkada serentak yang dilaksanakan bulan juni tahun 2018, Pemilihan calon Presiden Indonesia yang sejatinya baru dilaksanakan pada tahun 2019 nanti sudah mulai ramai menjadi perbincangan dikalangan luas masyarakat Indonesia, bahkan sudah sejak tahun 2017 lalu. Hangat dan ramai menjadi perbincangan “dipanca indera” kita dengan sebutan “politik nasi gorengnya” para petinggi partai politik Prabowo dan Susilo Bambang Yudhoyono melakukan pertemuan tertutup di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Pertemuan tersebut terus menimbulkan spekulasi mengenai persiapan Pilpres pada Tahun 2019 nanti.
Masyarakat Indonesia diharap teliti dan nyata dalam memilih calon pemimpin-pemimpin yang akan dipilih nantinya, meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa dalam perjalanan melaksanakan amanah dan tanggung jawabnya masih jauh dari kata sempurna dan memiliki kekurangan, diharapkan masyarakat Indonesia menanggapinya dengan memberikan sebuah solusi yang nyata agar dapat diperbaiki dalam perjalanan tanggung jawab pemimpin tersebut. Dan para pemimpin diharapkan melakukan evaluasi diri ketika suatu saat kebijakan yang dibuatnya dirasa mencederai dari hati rakyat, yang “notabene” mereka dipilih oleh rakyat itu sendiri.

Kita nikmati bagaimana proses pesta demokrasi yang akan terjadi dalam kurun waktu 2 tahun kedepan di Indonesia ini dengan dewasa, damai, tidak mencederai satu sama lain, kondusif dan tertib, karena suatu proses yang baik akan menghasilkan suatu hasil yang baik, dan proses yang buruk akan menghasilkan hasil yang buruk pula – Wahyu Tri Wicaksono

Comments

Popular posts from this blog

Kemesraan Antara Agama dan Politik

"Sang" Pemegang Kekuasaan "daerah"